Yuk, Bantu Penyintas KDRT dengan Tidak Menanyakan Hal Berikut

Jika ada seorang teman atau anggota keluarga yang memberi tahumu bahwa mereka mengalami KDRT, penting bagimu untuk memberikan bantuan dan dukungan.

198
0

Jika ada seorang teman, anggota keluarga, atau rekan di kantor yang memberi tahumu bahwa mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam bentuk apa pun, penting bagimu untuk memberikan bantuan dan dukungan.

Pasalnya, butuh kekuatan dan kepercayaan yang luar biasa bagi seorang korban serta penyintas KDRT untuk bisa menceritakan apa yang mereka alami, jadi ini merupakan kesempatan bagimu untuk mendengarkan, memvalidasi apa yang mereka alami, dan menghindari beberapa hal yang sebaiknya tidak perlu kamu tanyakan.

Nah, mengenai hal-hal yang sebaiknya tidak ditanyakan atau dikatakan, lima pernyataan dan pertanyaan di bawah ini sebaiknya tidak kamu katakan pada para penyintas kekerasan dalam rumah tangga. Simak baik-baik ya, Oppal gengs.

  • “Kenapa sih, kamu tidak pergi?”

Ini mungkin menjadi pertanyaan pertama yang muncul di kepalamu, namun percayalah, hidup tidaklah semudah beranjak pergi begitu saja. Melansir dari Cosmopolitan, Katie Ghose, seorang chief executive dari Women’s Aid, sebuah badan amal di Inggris Raya yang berfokus dalam menolong para penyintas korban kekerasan rumah tangga, berkata bahwa meninggalkan sebuah hubungan yang abusive membutuhkan banyak sekali kekuatan dan keberanian.

“Seringkali, ada banyak hambatan bagi penyintas yang ingin meninggalkan pasangannya – alasannya termasuk ancaman terhadap keselamatan mereka jika mereka pergi, dampak pada anak-anak, munculnya rasa takut, dampak dari kontrol paksaan, dan sebagainya,” ujar Katie. Inilah mengapa, penting bagi kita untuk mendengarkan serta memercayai apa yang mereka alami.

Alih-alih bertanya mengapa mereka tidak pergi, bantu mereka membuat keputusan terbaik. Jika mereka belum berani untuk meninggalkan tempat tersebut, dengarkan mereka dan beri dukungan. Jika mereka ingin meninggalkan tempat mereka tinggal, kamu bisa membantu mereka membuat rencana yang aman.

  • “Masa sih? Kayaknya dia [pelaku kekerasan] bukan tipe yang seperti itu”

Jujur saja, komentar seperti ini sama sekali tidak membantu, gengs. Hal ini justru menunjukkan bahwa kamu tidak memercayai sang penyintas, dan hal ini bisa berdampak buruk bagi mereka. Menurut data dari Women’s Aid, mayoritas perilaku kekerasan dalam rumah tangga terjadi tanpa diketahui, dan sang pelaku kekerasan sering mengancam mereka untuk tidak membicarakan hal tersebut.

Tak menutup kemungkinan, para pelaku KDRT merupakan sosok yang disukai atau dihormati dalam komunitas atau masyarakat luas, para pelaku bisa jadi merupakan sosok yang menawan, dan seringnya manipulatif. Inilah yang membuat para penyintas merasa terisolasi serta mencegah orang-orang di sekitar mereka mengenali pelecehan yang mereka alami.

  • “Setiap pasangan pasti pernah bertengkar, kok”

Tentu, setiap pasangan pasti pernah bertengkar. Perasaan cemburu dan riak masalah timbul tenggelam dalam kehidupan cinta. Namun, kekerasan dalam rumah tangga bukanlah pertengkaran dua arah.

Beberapa hal yang dilakukan pelaku lebih dari sebuah pertengkaran biasa. Pelaku dapat melecehkan korban lewat kata-kata verbal, perilaku kasar atau justru melakukan kekerasan, kekerasan seksual, kekerasan emosional, kekerasan finansial, perilaku kontrol yang memaksa, atau justru cyber abuse.

Ketika hal ini terjadi pada korban, hal ini membuat mereka memiliki kepercayaan diri yang sangat rendah. Katie menyarankan kita untuk bertanya pada para penyintas mengenai perasaan mereka setelah melewati seluruh hal tersebut, kemudian memvalidasi mereka dan mendukung mereka untuk mendapatkan pengalaman yang lebih baik.

  • “Aku yakin dia [pelaku kekerasan] tidak bermaksud begitu. Mungkin dia sedang ada masalah.”

Tidak seperti itu. Catat baik-baik: Seorang pelaku kekerasan dalam rumah tangga bertanggung jawab penuh atas perilaku mereka. Dan alih-alih mencari alasan mengapa sang pelaku kekerasan melakukan hal tersebut, akan lebih baik bagi kita untuk fokus pada efek dari perilaku sang pelaku. Dengarkan para penyintas dan percayai hal yang mereka alami.

  • “Aku sih, enggak akan mau ya, punya pasangan seperti itu. Kenapa sih, kamu masih mau sama dia?”

Pelecehan dalam rumah tangga dapat terjadi pada siapa saja, dan pelecehan atau kekerasan dalam bentuk apa pun tidak pernah menjadi kesalahan korban. Jadi, ketika seorang penyintas bercerita mengenai peristiwa yang mereka alami fokuslah untuk memberi tahu mereka bahwa mereka tidak sendirian, dan bahwa ada banyak orang lain yang mengalami situasi yang lama.

KDRT

Pertanyaan seperti di atas justru mengalihkan kesalahan pada sang korban. Padahal, seharusnya kita tidak membuat para penyintas menjadi semakin kurang percaya diri, karena hal ini dapat membuat mereka merasa lebih buruk. “Kita harus berhenti menyalahkan para penyintas karena tetap tinggal, dan mulai mendukung mereka untuk memungkinkan mereka pergi,” kata Katie.

Ingat, pelecehan atau kekerasan dalam bentuk apa pun tidak pernah menjadi kesalahan korban. Tanggung jawab selalu ada pada pelaku, dan hanya pada mereka seorang.

Tegaskan pada mereka bahwa pelecehan tersebut bukanlah kesalahan mereka, dan beri tahu mereka bahwa kamu akan selalu ada untuk memberi dukungan kapan pun mereka membutuhkannya.

Cara membantu penyintas KDRT

  • Dengarkan, cobalah untuk mengerti, dan berusahalah untuk tidak menyalahkan mereka.
  • Sadari bahwa dibutuhkan kekuatan dan keberanian yang luar biasa bagi para penyintas untuk berbicara mengenai pengalaman kekerasan yang mereka alami.
  • Beri mereka waktu untuk menjelaskan apa yang terjadi.
  • Jangan mendorong mereka untuk menceritakan segala sesuatunya secara detail jika mereka belum siap. Setiap penyintas butuh waktu untuk bisa kembali merasa percaya diri.
  • Pahami bahwa mereka berada dalam situasi yang sulit dan menakutkan bagi mereka.
  • Tegaskan pada mereka bahwa tidak ada seorang pun yang pantas untuk diancam atau menjadi pelaku kekerasan.
  • Beri mereka pemahaman bahwa tak ada yang bisa dikatakan oleh sang pelaku untuk membenarkan perilaku mereka.
  • Dukung mereka untuk mengekspresikan perasaan yang mereka alami, baik itu perasaan sedih, marah, takut, kecewa, kesal, dan lainnya.
  • Biarkan para penyintas untuk membuat keputusan yang mereka inginkan, dan jangan paksakan keinginanmu pada mereka.
  • Jangan beri tahu pada penyintas untuk meninggalkan hubungan mereka dengan pasangan jika mereka belum siap – ini adalah hak mereka.
  • Tanyakan apakah mereka mengalami cedera fisik, dan tawarkan mereka untuk pergi bersama ke rumah sakit jika diperlukan.
  • Bantu mereka untuk melaporkan kekerasan tersebut pada polisi atau lembaga perlindungan lainnya jika mereka memutuskan untuk melakukannya.
  • Beri informasi mengenai organisasi apa saja yang siap membantu para penyintas korban kekerasan, termasuk lembaga yang juga siap membantu anak-anak korban kekerasan jika penyintas memiliki anak.
  • Katakan pada mereka bahwa mereka bisa menghubungimu kapan saja.
  • Jangan pernah menawarkan untuk menjadi mediator, atau bahkan menggantikan mereka untuk berbicara pada sang pelaku kekerasan, karena hal ini bisa saja berdampak buruk pada korban ke depannya.

Kalau kamu adalah seorang penyintas KDRT atau mengenal seseorang yang mengalami KDRT, kamu bisa menghubungi:

Komnas Perempuan: 021-3903963, mail@komnasperempuan.go.id

Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan/LBH APIK: 021-87797289, WA: 0813-8882-2669, lbh.apik@gmail.com

Komisi Perlindungan Anak Indonesia/KPAI: 0811-177-2273, www.kpai.go.id/formulir-pengaduan

Nomor darurat: 119 ext. 8

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak/Kemen PPPA: 0821-2575-1234 atau 0811-1922-911

Alvin
WRITTEN BY

Alvin

Lifestyle and Entertainment Editor at Oppal, who mainly obsesses over all things pop culture, pizza, and boba drinks with equal enthusiasm. Covering everything from celebrities profile to the best TV shows.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *