Kata Perempuan dan Wanita: Sejarah dan Maknanya dalam Bahasa Indonesia

Menurut sejarahnya, perempuan dan wanita berasal dari akar kata yang berbeda.

236
0

Beberapa hari lalu, selagi menikmati makan siang di kantor, saya dan teman perempuan saya asyik mengangkat obrolan soal hubungan percintaan. Saya yang masih single bercerita mengenai sulitnya mencari pasangan hidup (bukan, saya tidak sedang curhat, kok), sedangkan teman perempuan saya yang sudah punya pasangan bercerita soal sulitnya menjaga hubungan tetap “adem”.

Dalam percakapan seru kami yang pada akhirnya berujung pada topik pernikahan tersebut, teman saya, yang berharap untuk bisa segera bertunangan dengan kekasihnya, tiba-tiba berceletuk, “Aku pengin deh, dipandang sebagai wanita sama pacar, bukan lagi perempuan.”

Mendengar ucapannya tersebut, saya sempat terdiam sejenak, kemudian bertanya, “Hah? Memang, apa bedanya wanita dengan perempuan? Bukannya sama saja?” Teman saya, sebut saja namanya Sari (bukan nama sebenarnya) menjawab begini, “Karena wanita itu maknanya lebih dewasa, kalau perempuan itu kelihatannya masih seperti anak kecil.”

via GIPHY

Kala itu, saya hanya mengangguk dan mengiyakan pendapat Sari saat dia berkata demikian (karena saya sedang penasaran dengan rencananya untuk bertunangan, jadi saya biarkan saja). Tapi tentu saja saya berniat untuk tidak begitu saja menerima hal tersebut, karena pikir saya, “Memang apa bedanya perempuan dan wanita? Bukannya dua kata tersebut merupakan sinonim dan punya makna yang sama? Lalu, kriteria apa yang membuat perempuan boleh disebut wanita? Dan butuh berapa lama bagi perempuan untuk bisa disebut sebagai wanita?”

Ada banyak pertanyaan yang berkecamuk di pikiran saya soal makna kata perempuan dan wanita. Namun yang paling menyita perhatian saya saat itu adalah: Apakah betul perempuan dan wanita punya definisi yang berbeda?

Sejarah kata perempuan dan wanita

Kalau dipikir-pikir lagi, mungkin saja pendapat teman saya tersebut ada benarnya. Toh, kita selama ini selalu melabeli seorang anak kecil dengan sebutan “anak perempuan” dan bukan “anak wanita”.

Meski begitu, jika ditelusuri lebih jauh lagi, definisi kata perempuan dan makna kata wanita sendiri sebenarnya memiliki sejarah yang panjang dan jauh lebih rumit dibandingkan yang kita pahami.

Melansir dari perempuanberkisah.id, ada banyak teori yang berusaha mengartikan asal usul kata wanita. Zoetmulder dalam Old Javanese English Dictionary menyebutkan wanita diambil dari kata “wanted a” yang berarti “sesuatu yang diinginkan”.

Di sisi lain, ada juga penjelasan bahwa wanita justru berasal dari bahasa Sansekerta, “vanita”, yang salah satu maknanya adalah “sesuatu yang diinginkan”. Dalam hal ini, wanita bukan merujuk pada perbedaan jenis kelamin semata, tapi ditempatkan sebagai “objek” yang diinginkan kaum lelaki.

Lebih lanjut, kata “vanita” kemudian diserap lagi ke dalam bahasa Jawa yang dimaknai sebagai “wani ditoto” yang berarti “berani diatur” atau “berani ditata”. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa makna kata wanita mulai berubah akibat pengaruh konstruksi sosial yang menganggap wanita sebagai makhluk inferior.

via GIPHY

Lain halnya dengan kata perempuan. Melansir dari magdalene.co, secara etimologis, perempuan berasal dari kata “empu” yang berarti orang yang mahir/berkuasa, ataupun kepala, hulu, atau yang paling besar. Selanjutnya, kata empu kemudian diberi imbuhan per- dan -an menjadi perempuan. Kata ini kemudian dimaknai sebagai sosok yang mandiri dan berdiri sebagai subjek, bukan sebagai objek layaknya kata wanita.

Akademisi Sudarti dan D. Jupriono dalam artikel jurnalnya yang berjudul “Betina, Wanita, Perempuan: Telaah Semantik Leksikal, Semantik Historis, dan Pragmatik” (1997), menulis bahwa dalam tinjauan etimologisnya, kata perempuan bernilai cukup tinggi—tidak di bawah, tetapi sejajar, bahkan lebih tinggi daripada kata lelaki.

Kata perempuan berhubungan dengan kata “ampu” yang artinya menyokong, memerintah, penyangga, penjaga keselamatan, bahkan wali.

Makna kata perempuan yang sarat akan keberdayaan serta perlawanan tersebut kemudian menjadikan kata tersebut sebagai simbol pergerakan. Masih melansir dari magdalene.co, pada Kongres Perempuan Pertama, 22 Desember 1928, kongres tersebut tidak dilabeli dengan wanita melainkan perempuan untuk menunjukkan sikap perlawanan.

Sayang, kata perempuan sendiri mulai berkurang setelah Indonesia merdeka dan Orde Lama dimulai, di mana penggunaan kata wanita semakin sering digunakan oleh pemerintah dan presiden kala itu. Semisal, Kongres Perempuan berubah menjadi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Meski penggunaan kata wanita saat itu lebih dominan, namun tidak ada pembatasan pergerakan perempuan yang signifikan.

Semua kemudian berubah ketika rezim Orde Baru dimulai. Dalam buku karya Susan Blackburn yang berjudul Women and the State in Modern Indonesia, disebutkan bahwa pada masa Orde Baru, pemerintah melihat perempuan sebagai struktur grup di masyarakat yang perlu dibawa ke jalan “yang benar”, agar sejalan dengan kebutuhan dan cita-cita pemerintah dalam pembangunan, tidak banyak melawan, dan pasif.

Makna kata perempuan dan wanita yang kian bias dan peyoratif dalam KBBI

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna kata perempuan mengalami transformasi yang signifikan.

Pada KBBI I (1998) perempuan diartikan sebagai 1. wanita 2. Istri; bini. Perubahan kemudian mulai terjadi pada KBBI II sampai V yang diterbitkan tahun 2016, di mana perempuan diartikan sebagai 1. orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui, wanita 2. Istri; bini 3. Betina (khusus pada hewan). Di sisi lain, wanita hanya bermakna perempuan dewasa. Mengutip dari Magdalene.co, makna singkat tersebut seolah menyiratkan perempuan hanya untuk melengkapi makna wanita saja.

Di sisi lain, makna laki-laki dalam KBBI tertulis orang yang mempunyai keberanian; pemberani, seolah gender perempuan tidak dianggap berani alias penakut.

Yang patut menjadi perhatian, KBBI juga banyak menampilkan kata gabungan untuk perempuan yang bermakna peyoratif.

Semisal, sampai saat ini kata “geladak” dalam KBBI masih menampilkan kata gabungan yang berkonotasi negatif; jalang: perempuan –.

Kemudian, kata “jalang” berkonotasi nakal (tentang perbuatan yang melanggar susila: perempuan — pelacur.

via GIPHY

Lebih lanjut, makna kata “gadis” dalam KBBI salah satunya adalah anak perempuan yang belum kawin; perawan, seolah kawin membuat perempuan “ternodai”, berbeda dengan kata “perjaka” yang bermakna laki-laki yang belum berumah tangga; bujang; jaka.

Begitu juga dengan kata “perawan” dalam KBBI yang berarti 1. anak perempuan yang sudah patut kawin; anak dara; gadis 2. belum pernah bersetubuh dengan laki-laki; masih murni (tentang anak perempuan): meskipun umurnya 30 tahun, ia masih —, seolah-olah perempuan yang sudah bersetubuh dianggap tidak lagi “murni” dan bersetubuh bagi perempuan bercorak negatif.

Sedangkan, kata “jejaka” hanya bermakna anak laki-laki yang telah dewasa (tetapi belum berumah tangga), tak pernah dibahas soal bersetubuh atau murni.

The real question is: Mengapa citra negatif hanya disematkan pada kata-kata yang berhubungan dengan perempuan? Mengapa kata “bujang” dan “perjaka” diartikan sebagai penanda kedewasaan, sedangkan kata “perawan” lebih merujuk pada status?

Kalau kamu mencari kata lain dalam KBBI, seperti “cerewet”, artinya “suka mencela (mengomel, mengata-ngatai, dan sebagainya); banyak mulut; nyinyir; bawel, dengan penggunaan contoh pembantu rumah tangga biasanya tidak suka bekerja pada nyonya rumah yang –.

Lalu, ada kata “ceriwis”, yang artinya sangat suka bercakap-cakap; banyak omong, dengan penggunaan contoh sudah umum setiap gadis itu –. Begitu juga kata “nyinyir” yang bermakna mengulang-ulang perintah atau permintaan; nyenyeh; cerewet, dengan contoh nenekku kadang-kadang –, bosan aku mendengarkannya.

Dari ketiga kata tersebut, jelas tertulis bahwa stigma dan cara pandang kita terhadap perempuan memang masih menggunakan perspektif patriarki yang misoginis dan seksis (maaf ralat, sexist, karena padanan katanya belum terserap dalam KBBI) terhadap perempuan.

Perempuan dan Wanita

Dari sejarah dan penjelasan di atas, jelas sekali bahwa definisi kata perempuan dan wanita lebih dari sekadar menentukan jenis kelamin manusia. Bahkan, keduanya tersebut memiliki makna yang lebih dalam dibanding sekadar mengukur kedewasaan seseorang. Kedua kata tersebut punya sejarah yang panjang yang berkaitan erat dengan stereotipe dan stigma masyarakat patriarki yang sudah mengakar selama bertahun-tahun.

Jika kita ingin memosisikan kedua kata tersebut sebagaimana mestinya, dalam artian setara dan dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan, maka penggunaan dan makna katanya perlu dilakukan banyak perubahan.

via GIPHY

Ingin lebih banyak menggunakan kata perempuan karena akar katanya yang lebih bermakna penting dibanding kata wanita? Sah saja. Lebih ingin menggunakan kata wanita? Kenapa tidak? Karena melansir dari Magdalene.co, dalam wawancara mereka dengan aktivis sekaligus pendiri Wanita Baca, Faiza Mardzoeki berkata, “Wanita dan perempuan sama saja, yaitu agen yang aktif di masyarakat.”

Perempuan DAN wanita, bukan perempuan ATAU wanita.

Lebih dari itu, mari kita rayakan keberadaan dan prestasi para perempuan di Hari Perempuan Internasional ini.

Selamat Hari Perempuan Internasional untuk para perempuan di dunia! Kalian semua hebat!

Alvin
WRITTEN BY

Alvin

Lifestyle and Entertainment Editor at Oppal, who mainly obsesses over all things pop culture, pizza, and boba drinks with equal enthusiasm. Covering everything from celebrities profile to the best TV shows.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *