Cerita Awal Berdiri Toko Buku Gunung Agung, Dimulai dari Kongsi Dagang yang Berjualan Rokok

Tidak terasa, sudah 70 tahun loh usia mereka.

120
Gunung Agung

Toko Buku Gunung Agung dikabarkan akan menutup seluruh outlet-nya di Indonesia hingga akhir 2023 ini. Hal ini sudah pasti membuat pecinta buku langsung sedih mengingat banyaknya kenangan dari toko buku legend di Indonesia tersebut.

“Pada akhir 2023 ini kami berencana menutup toko/outlet milik kami yang tersisa. Keputusan ini harus kami ambil karena kami tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang semakin besar,” ucap manajemen PT GA Tiga Belas selaku perusahaan pemilik Toko Buku Gunung Agung, Minggu (21/5).

Ilustrasi foto buku/Unsplash

Langkah ini diambil oleh pihak perusahaan karena dampak dari Covid-19 pada tahun 2020 silam. Untuk itu, maka langkah efektivitas sangat diperlukan.

“Penutupan toko/outlet tidak hanya kami lakukan akibat dampak dari pandemi Covid-19 pada tahun 2020 saja, karena kami telah melakukan efisiensi dan efektivitas usaha sejak tahun 2013,” ucap manajemen pihak manajemen lebih jauh.

Melansir akun Instagram resmi @gunungagung, beberapa masyarakat terlihat sangat sedih mendengar kabar bahwa toko ini akan tutup. Ada pula yang mengenang bahwa Toko Buku Gunung Agung menjadi salah satu toko langganan untuk membeli buku sekolah.

Ilustrasi foto buku/Unsplash

“Terima kasih toko buku Gunung Agung. Langganan beli buku sekolah, alat tulis, Alkitab, komik, sampai mainan di tb cabang lokasari, ga tau kenapa ini selalu jadi tempat favorit tiap ke lokasari. Sedih denger berita mau tutup, tapi kenangan tentangmu akan selalu tersimpan di hati. Kiranya karyawan yang terdampak PHK diberi solusi yang terbaik. Tuhan memberkati,” ucap @firdaus.assurance.

“Terima kasih toko buku Gunung Agung khususnya yang di Kwitang. Kenangan masa kecil bareng almarhum ibu, beli buku disini tempatnya luas dan adem, kalo ga salah lantai 2. Abis beli komik donald bebek atau majalah bobo, baliknya dibeliin tahu isi semacam bakwan malang yang ada di bawah,” kenang @jendralgatotsubroto.

“Terima kasih Gunung Agung, waktu kecil sering kesana,” ucap @notawaruru.

Bagaimana Perjalanan Toko Buku Gunung Agung?

Ilustrasi foto tumpukan buku/Unsplash

Dilansir dari laman resminya, Toko Buku Gunung Agung berdiri pada tahun 1953. Pendirinya adalah Tjio Wie Tay yang juga kerap dikenal sebagai Haji Masagung.

Awalnya, Tjio Wie Tay membentuk kongsi dagang (mungkin sekarang seperti kerjasama dagang) dengan Lie Tay San dan The Kie Hoat bernama Thay San Kongsie pada tahun 1945. Saat itu, barang yang dipergadangkan adalah rokok.

Namun, pasca kemerdekaan Indonesia, permintaan buku-buku di Indonesia sangat tinggi. Peluang ini kemudian dimanfaatkan oleh Thay San Kongsie yang kemudian membuka toko buku impor dan majalah.

Kios mereka juga cukup sederhana dan berlokasi di Jakarta. Namun, toko buku Tay San Kongsie lebih baik dibandingkan dengan toko buku asing yang ada pada waktu itu.

Pada tahun 1951, Tjio Wie Tay membeli sebuah rumah sitaan kejaksaan di Jalan Kwitang Nomor 13, Jakarta Pusat. Rumah itu kemudian ditata dan dibuat percetakan kecil pada bagian belakang.

Bisnis buku Thay San Kongsie pun terus berkembang. Pada tahun 1953 Tjio Wie Tay mendirikan perusahaan baru yang menerbitkan dan mengimpor buku bernama Firma Gunung Agung. Namun, ide ini ditolak oleh Lie Tay San sehingga dirinya mengundurkan diri.

Lalu, berdirilah Firma Gunung Agung yang ditandai dengan perhelatan pameran buku di Jakarta pada 8 September 1953.

Bermodalkan 500 Ribu Rupiah

Foto ilustrasi Perpustakaan/Unsplash

Pada saat awal peresmian, Gunung Agung mampu memamerkan 10.000 buku dengan hanya modal Rp500.000,-, jumlah yang cukup fantastis pada saat itu. Pameran ini kemudian jadi momentum awal bisnis Toko Buku Gunung Agung di tahun 1953.

Setahun berselang, Tjio Wie Tay kembali membuat sebuah pameran buku lebih megah bernama Pekan Buku Indonesia 1954. Pada pameran ini, Gunung Agung memulai tradisi penyusunan bibliografi (daftar buku lengkap) dalam bentuk katalog.

Awal Mula Kenalan dengan Bung Karno dan Bung Hatta

Foto ilustrasi Perpustakaan/Unsplash

Lewat Pekan Buku Indonesia 1954, Tjow Wie Tay kemudian berkenalan dengan pemimpin Indonesia pada saat itu, Bung Karno dan Bung Hatta. Dari perkenalan ini, Gunung Agung dipercaya untuk menggelar pameran buku di Medan dalam rangka Kongres Bahasa tahun 1954.

Bisnis Gunung Agung kemudian semakin besar dengan pendirian gedung lantai tiga di Jalan Kwitang Nomor 6. Gedung ini kemudian langsung diresmikan oleh Bung Karno pada tahun 1963. Pada tahun yang sama, Tjoe Wie Tay pun mengubah namanya menjadi Masagung.

Terima kasih telah menemani kami selama 70 tahun terakhir ini, Toko Buku Gunung Agung!

Rio
WRITTEN BY

Rio

Menulis seakan sudah menjadi kebiasaan untuk saya sejak kuliah. Skill ini terus berkembang sampai saat ini. Dimulai dari Liputan6.com sampai sekarang pekerjaan yang saya geluti seputar menulis artikel. Dan saat ini, Oppal Media adalah tempat saya untuk kembali belajar dan membuktikan yang terbaik.