Imbauan Wapres Anak Muda Jangan Tunda Pernikahan, BKKBN Ingatkan Dampaknya

Terkadang kita terlalu sibuk dan lupa waktu.

98

Wakil Presiden Bapak KH Ma’ruf Amin menyebut banyak anak muda saat ini yang menunda pernikahan, hal itu dikhawatirkan membuat generasi tua akan mendominasi Indonesia. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bapak Hasto Wardoyo menguraikan dampak kesehatan bagi anak muda yang menunda pernikahan.

“Jangan menunda pernikahan, terutama perempuan. Karena usia idealnya itu 20 sampai 35 tahun, untuk perempuan ya,” kata Bapak Hasto ketika berbincang dengan OPPAL di kantornya, Rabu (24/5)

Kepala BKKBN Bapak Hasto Wardoyo
Kepala BKKBN Bapak Hasto Wardoyo/Humas BKKBN

Bapak Hasto kemudian memaparkan, data secara nasional yang lembaganya terima, antara yang menikah kurang dari 20 tahun dengan yang di atas 35 tahun, lebih banyak yang di atas 35 tahun. Usia yang sudah mencapai 35 tahun ini menurutnya juga tidak baik untuk kesehatan bagi perempuan.

Karena hal itu, BKKBN memiliki dua program atau gerakan yang dikebut untuk mengatasi hal ini. Gerakan yang dimaksud adalah jangan menikah terlalu dini dan jangan menikah terlalu tua.

Bapak Hasto juga menerangkan soal usia biologis orang sebaiknya menikah. Ia menilai ada usia puncak yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk segera menikah.

“Menurut saya, pahamilah bahwa perempuan itu, kita manusia ini puncak usia biologis optimal adalah usia 32 tahun 32-33 Artinya apa? Ketika di atas 32 tahun semua orang itu menua. Mau keren seperti apa tetap orang itu menua,” ucapnya.

Terkait hal itu, Bapak Hasto juga mengingatkan soal usia prima seorang manusia. Usia prima inilah yang menurutnya harus dimanfaatkan sebagai waktu untuk menikah.

“Puncak kejayaan keprimaan (perempuan) memang 32 tahun tapi usia prima untuk hamil melahirkan 20 sampai 35 tahun, tapi 35 itu udah deadline karena kalau 35 itu sudah 2 atau 3 tahun menua. Nah orang yang sudah 2 atau 3 tahun menua kalau dibebani untuk hamil, sebenarnya beda hasilnya,” ujarnya.

Risiko jika kehamilan pertama di usia di atas 35 tahun menurutnya akan semakin besar bagi perempuan. Bahaya anak stunting, ibu yang meninggal karena melahirkan dan lainnya itu sudah banyak terjadi.

“Nah kalau ibarat pohon, kalau sudah tua, jika berbuah juga buahnya gak optimal, pohonnya sendiri juga berat menanggung buahnya gitu loh. Itu kan masalah orang yang tua seperti itu, aging ini penting untuk dipahami,” ceritanya.

Bukan cuma itu, ia juga mengkhawatirkan jika perempuan yang tidak menikah di usia idealnya akan berisiko mengalami berbagai penyakit. 

“Jadi perempuan yang tidak pernah hamil, tidak pernah melahirkan itu (ada kekhawatiran) miom tumor, miom itu tumor pada rahim, bisa meningkat. Kemudian kalau mereka yang tidak pernah melahirkan, tidak pernah hamil tapi orang yang gemuk, tensi nya agak tinggi itu menjadi risiko juga kanker endometrium namanya, bukan kanker mulut rahim tapi kanker dalamnya rahim Itu kan lebih tinggi kemudian orang yang tidak pernah menyusui tidak pernah hamil juga ternyata tumor payudaranya lebih tinggi daripada yang menyusui,” paparnya.

Ilustrasi keluarga kecil
Ilustrasi keluarga kecil/Shutterstock

Dewasa sebelum Menikah dan Bahaya Toxic Relationship

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah soal kematangan dan kedewasaan sebelum menikah. Menurut Bapak Hasto, perlu kedewasaan secara emosional sebelum memutuskan pernikahan.

“Definisi dewasa, kalau saya mampu memaklumi orang lain kalau saya jadi semakin mampu memaklumi orang lain toleransi nya lebih tinggi. Jadi, dewasa itu mampu memaklumi orang lainnya yang berperilaku tidak sesuai dengan kehendaknya, nah itu dewasa ini orangnya nggak langsung marah,” ujarnya.

Bukan hanya mampu memaklumi orang lain, definisi kesabaran yang dipaparkan Bapak Hasto juga menjadi orang yang tidak mudah terpancing emosinya terlebih pada hal sepele. Kemudian, dewasa yang dimaksud adalah mampu menahan keinginan.

Hal ini menjadi concern BKKBN karena berdasarkan data yang dimiliki, jumlah perceraian pada tahun 2021 sebanyak 581 ribu, padahal di tahun 2015 jumlahnya 350 ribu, yang artinya naik secara signifikan.

Penyebab dari perceraian tersebut dikatakannya lebih banyak karena toxic relationship di antara pasangan.

“Jadi kalau kita pahami, istilah anak muda mengatakan ada toxic people ada toxic friendship dan akhirnya juga berpasangan nya jadi ada toxic relationship, itu real. Karena angkanya itu 9,8% untuk mental emotional disorder, bisa dibayangkan setiap 100 orang ada 9,8 orang yang error. Orang klo toxic ketemu toxic itu kalo nikah, perang terus. Makanya kesehatan jiwa itu penting,” paparnya.

Ilustrasi pasangan yang sedang bermain gim bersama / Shutterstock

Motivasi dalam Pernikahan

Terkait ekonomi, terkadang orang menunda pernikahan karena belum merasa cukup secara ekonomi. Bahkan ada juga yang menunda pernikahan karena menanggung beban keluarga atau yang biasa disebut sandwich generation.

“Ada yang uangnya habis juga ketika bujangan. Ada yang merasa ‘saya sebelum nikah itu gaji ada tapi habis’ ada juga yang setelah nikah ternyata juga cukup itu kan biasa karena apa? (karena) otomatis orang punya tanggung jawab ini kan bisa diingatkan bisa dibayangkan,” ujarnya.

Dengan menikah dan berkeluarga, menurutnya akan membuat orang memiliki motivasi dalam hidup. Hal ini pula yang membuat seseorang menjadi pribadi lebih fokus dan terarah.

Ternyata lumayan banyak juga dampaknya ya gaes jika menunda pernikahan. Terlebih jika kita memasuki usia ideal, karena kadang kita suka lupa dengan waktu.