Pesantren sejauh ini masih identik sebagai pendidikan non formal oleh sebagian orang. Padahal, pendidikan pesantren sekarang sudah berkembang sangat luas. Bukan hanya ada jenis pendidikan non formal saja, tapi ada juga jenis pendidikan formalnya.
Melansir situs Kemenag.co.id, kalau diklasifikasikan, pendidikan pesantren non formal dikenal juga dengan pendidikan pesantren salafiyah yang berbasis pada pengajian kitab kuning.
Nah untuk pendidikan pesantren formalnya meliputi Pendidikan Diniyah Formal (PDF) dan Satuan Pendidikan Mu’adaalah (SPM) untuk jenjang Ula (setara SD/MI), Wustha (setara SMP/MTs), dan Ulya (setara SMA/MA). Untuk jenjang pendidikan tinggi formal disebut Ma’had Aly. Jadi, bagi jenjang Ma’had Aly, para santri bisa menempuh meraih gelar sarjana, magister, hingga doktor.
Selain itu, ada juga istilah lain dalam pendidikan formal pesantren yang disebut Pendidikan Kesetaraan. Dalam kategori ini, para santri yang tinggal di pesantren bisa mengikuti pendidikan paket A, B, C. Jadi, legalitas ijazah mereka bisa setara dengan SD, SMP, sampai SMA.
Syarat pendidikan formal pesantren mesti berada di lingkungan pesantren sendiri, dan nggak boleh di luar pesantren. Harus ada juga pengajian kitab kuning, meski boleh menambahkan materi-materi keilmuan lainnya.
Persyaratan itu sudah termaktub dalam Undang-Undang Pesantren yang sering disebut Arkanul Ma’had yang berjumlah 5 syarat pendirian pesantren, di mana salah satunya ada pengajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiyah.
Perkembangan pendidikan formal
Jumlah Satuan Pendidikan Mu’adah (SPM) di Indonesia saat ini ada sebanyak 138 lembaga. Sedangkan Pendidikan Diniyah Formal (PDF) ada 113 lembaga.
SPM dan PDF juga punya keunikan tersendiri, yaitu mempunyai kebebasan untuk menyusun kurikulum, namun harus berbasis kitab kuning. Masing-masing pendidikan formal juga wajib memasukkan materi pelajaran umum, seperti Pancasila, Kewarganegaraan, hingga Matematika.
Walaupun santri diberikan porsi materi pelajaran umum, tapi porsinya nggak terlalu besar seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Khusus untuk standar kelulusan PDF jenjang Wustha dan Ulya, para santri harus mengikuti tahapan yang disebut Imtihan Wathani alias Ujian Nasional. Biasanya, untuk penyesuaiannya ada kisi-kisi soal yang disampaikan kepada para santri di PDF.
Pendidikan formal dan karier
Sampai saat ini, ijazah dari pendidikan pesantren formal sudah diakui oleh Negara dan Lembaga lain. Legalitas ijazah Wustha setingkat SMP, sehingga bisa melanjutkan ke jenjang SMA/MA, meski masih ada satu atau dua sekolah yang keberatan dengan hal tersebut.
Meski begitu, Kementerian Agama tetap berusaha mengurangi adanya sikap lembaga seperti itu. Begitu juga saat lulus tingkat Ulya, santri-santri dapat mengikuti pendaftaran penerimaan mahasiswa di PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) yang meliputi UIN, IAIN, dan STAIN.
Kemenag selama belasan tahun ini juga konsisten mengadakan Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang ditujukan untuk para santri seluruh di Indonesia supaya bisa mendaftar kuliah, bahkan bisa memilih kampus-kampus terfavorit seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Universitas Airlangga, dan lain sebagainya.
Jadi, nggak ada alasan lagi bagi santri-santri lulusan pendidikan pesantren, baik formal maupun non formal, untuk nggak berkembang dan bersaing dengan kalangan pelajar lainnya. Artinya, kesempatan untuk belajar setinggi-tingginya dan berkarier di era sekarang sangat terbuka lebar bagi siapapun mereka yang mau bersungguh-sungguh.
Itulah penjelasan mengenai pesantren dan pola pendidikannya. Semoga bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan kita, ya, gengs! Ada yang pengen mondok kah?