Sebuah survei terbaru mengungkap bahwa 69% anak muda di Indonesia kini memanfaatkan layanan telehealth, dengan sebagian besar menggunakan lebih dari satu aplikasi. Tren ini didorong oleh berbagai inovasi digital yang memungkinkan pemantauan kesehatan secara lebih personal dan berbasis data.
Selain itu, survei juga mencatat bahwa 6 dari 10 anak muda menggunakan smartwatch untuk melacak kondisi kesehatan mereka. Hal ini mencerminkan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pencegahan. Dalam satu dekade terakhir, generasi muda telah mengalami perubahan besar dalam pengambilan keputusan terkait kesehatan. Jika sebelumnya pilihan kesehatan banyak dipengaruhi oleh orang tua, kini mereka semakin mandiri dalam menentukan solusi kesehatan, berkat meningkatnya literasi digital dan akses informasi yang lebih luas melalui berbagai platform.
Sebagai bagian dari diskusi mengenai transformasi kesehatan digital, acara Power Lunch bertema “Healthtech: Melampaui Batas Inovasi” yang diselenggarakan oleh GDP Venture menjadi ajang bagi para pemimpin industri untuk membahas inovasi dalam bidang telehealth dan genomik. Acara ini menghadirkan para pakar dari berbagai sektor, termasuk kesehatan, teknologi, dan pemerintah, untuk berbagi wawasan mengenai masa depan layanan kesehatan berbasis teknologi. Beberapa tokoh yang hadir dalam diskusi ini antara lain Setiaji, Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan RI; Suwandi Ahmad, Chief Data Officer Lokadata.id; Alfonsius Timboel, Chief Operating Officer Halodoc; Levana Sani, CEO Nalagenetics; serta dr. Natalia Zwensi A., M.Sc, praktisi Genomic Medicine.
Kesadaran Masyarakat yang Meningkat
Suwandi Ahmad dari Lokadata.id menyoroti peningkatan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap kesehatan, terutama setelah pandemi. “Sebanyak 43% anak muda Indonesia kini rutin memeriksakan diri ke dokter setidaknya sekali dalam setahun. Mereka juga aktif menggunakan aplikasi telehealth untuk mendapatkan layanan kesehatan dengan lebih cepat dan mudah,” jelasnya.
Data Lokadata juga menunjukkan bahwa 24% anak muda telah mengadopsi gaya hidup sehat melalui olahraga teratur, pola makan seimbang, dan tidur yang cukup. Selain itu, 73% generasi muda semakin menyadari pentingnya kesehatan mental, dengan banyak yang menggunakan aplikasi digital untuk mendukung kesejahteraan psikologis mereka. Tren ini menunjukkan pergeseran dari fokus pengobatan menuju pendekatan preventif dan holistik, di mana teknologi kesehatan dan edukasi berperan penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat.
Meski adopsi teknologi kesehatan berkembang pesat di kota-kota besar, tantangan masih ada di daerah terpencil. “Literasi digital masih menjadi kendala utama di luar kota besar. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan akses teknologi kesehatan yang merata,” ujar Alfonsius Timboel dari Halodoc. Halodoc sendiri terus berupaya mengedukasi masyarakat melalui berbagai konten di berbagai platform komunikasi.

Inisiatif Pemerintah dalam Transformasi Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI meluncurkan program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) pada Februari 2025. Program ini bertujuan mendeteksi dini penyakit tidak menular, dengan target 60 juta orang pada tahun pertama dan 200 juta warga dalam lima tahun ke depan.
“Program ini mencakup semua lapisan masyarakat, dari bayi hingga lansia, dengan pemeriksaan kesehatan yang komprehensif. Kami juga bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memastikan ketersediaan alat pemeriksaan yang memadai,” ungkap Setiaji.
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga menginisiasi sandbox pada 2023 untuk memberikan perlindungan bagi pasien pengguna layanan telehealth. Platform yang memenuhi standar akan mendapatkan logo Kementerian Kesehatan, menjamin keamanan dan kepercayaan pengguna.
Peran Genetika dalam Kesehatan Preventif
Teknologi genetika semakin berperan dalam upaya pencegahan penyakit. Levana Sani dari Nalagenetics menjelaskan bahwa sekitar 40% penyakit dipengaruhi oleh faktor genetik. “Dengan teknologi genetika, kita bisa memberikan solusi yang lebih tepat sasaran untuk pencegahan dan pengobatan,” ujarnya. Nalagenetics mengembangkan solusi berbasis DNA untuk mencegah penyakit seperti kanker, kardiometabolik, dan neurodegeneratif.
Senada dengan itu, dr. Natalia Zwensi A. menambahkan bahwa analisis genomik dapat mendeteksi risiko kesehatan sejak dini, memungkinkan perawatan yang lebih personal dan berbasis data. “Tes DNA bukanlah diagnosis, melainkan alat prediksi risiko sebelum gejala muncul, sehingga individu bisa mengambil langkah pencegahan lebih awal,” jelasnya.
Meskipun inovasi teknologi terus memperluas akses layanan kesehatan, keamanan data tetap menjadi perhatian utama. Levana Sani menegaskan bahwa Nalagenetics telah menerapkan standar keamanan data ISO 27001 untuk melindungi privasi pasien. Dari sisi regulasi, Setiaji menambahkan bahwa Material Transfer Agreement (MTA) diterapkan untuk memastikan penggunaan data secara bertanggung jawab.
Melihat berbagai inisiatif dan inovasi yang ada, sektor kesehatan digital di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang lebih jauh. Pada 2040, diperkirakan 60% pengeluaran kesehatan akan diarahkan pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan kolaborasi yang erat dan adopsi teknologi yang tepat, Indonesia berpeluang mencapai layanan kesehatan yang lebih inklusif, efisien, dan terjangkau bagi semua.