Love and Being Loved

Vidi menceritakan bagaimana rasanya mencintai seseorang yang akhirnya membuat feels like home.

292
0
Star Editor Vidi Aldiano

Waktu kecil dulu, apa yang membuatmu suka dengan seseorang?

Kalau saya, waktu kecil dulu saya menyukai seseorang karena fisiknya, atau ketika dia paling cerdas di sekolah, atau yang paling attractive buat saya adalah ketika dia pintar menyanyi. Bisa dibilang, saya menyukai seseorang dari kelebihannya.

Beranjak dewasa, ketertarikan tersebut berubah. Saya sadar, kalau perasaan yang saya rasakan ketika masih kecil dulu itu mungkin bukan rasa cinta, tapi lebih ke rasa kagum. Saya kagum dengan mereka yang punya talenta menyanyi, atau yang punya prestasi, atau yang penampilannya menarik.

Kalau dulu saya sering merasakan butterfly di dalam perut ketika melihat orang yang saya suka, sekarang sudah jarang terjadi.

Ketika dulu saya pertama kali bertemu dengan istri saya, Sheila Dara, saya tidak langsung jatuh cinta padanya. Bahkan saat itu saya masih skeptis dengan yang namanya cinta, karena dulu saya pernah dikhianati dan disakiti. Hingga akhirnya Sheila membantu saya menjalani proses untuk kembali jatuh cinta.

Awalnya saya dan Sheila cuma berteman, visi misi kita berbeda, hobi kita bahkan berbeda. Kita tuh, dua orang yang benar-benar berbeda, tapi yang memutuskan saya berpasangan dengan Sheila adalah kita berdua sama-sama mencari partnership dalam hidup.

Jadi, ketika saya “nembak” Sheila pun, saya enggak bertanya apakah dia mau jadi pacar saya atau enggak, tapi saya bertanya, apakah dia lagi mencari partner dalam hidup: di mana saya punya “kendaraan” saya sendiri, dia naik “kendaraannya” sendiri, kita berlari mengejar masing-masing dengan “kendaraan” tersebut, tapi kita tetap berdampingan, dan ketika pulang, kita bertemu di rumah yang kita bangun bersama.

Inilah mengapa saya dan Sheila menganggap hubungan kami lebih ke partnership, or maybe companionship. It’s more than a couple who depends on each other but supporting each other. I’m living my own life, she’s living her own life, but we support each other.

Satu hal yang saya pelajari tentang cinta dari hubungan saya dengan Sheila adalah saya bukan tipe orang yang love at first sight. Saya tipe orang yang rasanya cintanya growing seiring waktu. Sampai sekarang pun rasa cinta saya masih terus bertumbuh, malah kayaknya lebih cinta dibandingkan dengan hari di mana saya dan Sheila menikah.

Saya juga mempelajari definisi cinta dari hubungan saya dengan Sheila: Bahwa cinta itu adalah menerima segalanya dan apa adanya. Kalau dulu ketika kecil saya merasa tertarik dengan seseorang karena kelebihannya, sekarang saya mencintai seseorang with the ability untuk bisa menerima kekurangan dan kelebihan si dia yang saya sayangi seutuhnya.

Sheila juga membuat saya merasa aman, nyaman, merasa dia adalah “rumah” tempat saya bisa pulang, membuat saya merasa diterima seutuhnya, dan saya menerima dia apa adanya. Love and being loved.

Baca Artikel Vidi soal Hubungannya dengan Diri Sendiri

Memang, terkadang perbedaan pendapat antara saya dan Sheila membuat kisah cinta jadi sedikit runyam, tapi ketidaksamaan pola pikir antar dua individu itu hal yang normal dan pasti ada, kok. Menurut saya, ini adalah soal bagaimana kita solving arguments dan perbedaan tersebut. Selama cara berkomunikasinya cocok, dan sesekali salah seorang mau mengorbankan ego (yang memang penting dalam sebuah hubungan, saya menyadarinya sekarang), setiap pasangan pasti bisa menemukan titik tengahnya.

Kalau kamu, bagaimana kamu mendefiniskan perasaan cinta?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *