Waerebo, Desa di Atas Awan

Demi mencapai Desa Waerebo ini, kita harus berjalan kaki sekitar lima kilometer.

351
0
Febrian Star Editor

Sebuah lagu tentang negeri di awan,

Di mana kedamaian menjadi istananya,

Dan kini tengah kaubawa,

Aku menuju ke sana.

Penggalan lirik dari lagu berjudul “Negeri di Awan” yang dipopulerkan oleh Katon Bagaskara tersebut sangat menggambarkan sejarah serta kondisi dari Desa Waerebo.

Bagi kamu yang belum tahu, adalah sebuah kampung yang disebut-sebut sebagai desa di atas awan yang terletak di Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Desa tersebut bernama Waerebo, dengan kata “wae” sendiri dalam bahasa Manggarai berarti “air”.

Desa Waerebo
Desa Waerebo di atas awan/Shutterstock

Desa Waerebo sendiri sudah berusia lebih dari 1.000 tahun, dan telah dinyatakan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada Agustus 2012.

Demi mencapai Desa Waerebo ini, kita harus berjalan kaki sekitar lima kilometer karena tidak ada kendaraan yang bisa mengantar ke desa tersebut. Walau mungkin hal tersebut membuatmu merasa letih, tapi semuanya akan terbayar begitu kamu melihat keindahan pemandangan Waerebo yang dikelilingi lembah dan bukit di atas ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut.

Dikenal juga sebagai sebuah desa adat terpencil nan misterius, hanya terdapat 7 rumah utama berbentuk kerucut yang disebut sebagai Mbaru Niang di desa tersebut.

Baca artikel Febrian soal Pink Beach

Keterkaitan Suku Minang

Mbaru Niang Waerebo
Mbaru Niang Waerebo/Shutterstock

Nah, yang uniknya adalah, di setiap puncak Mbaru Niang tersemat sebuah ornamen seperti tanduk kerbau. Tanduk kerbau sendiri dikenal sebagai khas Rumah Gadang yang merupakan rumah adat suku Minang di Sumatra Barat.

Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, penduduk Desa Waerebo memang ada yang merupakan keturunan orang Minang, suku adat asli Sumatra Barat.

Diceritakan dahulu kala, Empo Maro, sang orang Minang, melarikan diri karena difitnah dan berlayar dari Pulau Sumatra hingga ke Labuan Bajo. Sebelum Empo Maro sampai ke Labuan Bajo, ia sempat merantau ke beberapa kota. Di tengah perjalanannya tersebut, Maro sempat bertemu dengan seorang perempuan yang kemudian ia nikahi.

Artikel Febrian soal Kain Tenun Sumba

Maro lalu mengajak istrinya tersebut untuk ikut berpindah bersamanya. Pada suatu malam, Maro bermimpi bertemu dengan seorang petua yang berbicara kepada Maro untuk menetap di Kampung Waerebo.

Maro mengikuti apa yang petua itu katakan. Ia bersama istrinya pun mencari Kampung Waerebo tersebut. Setelah sampai di Pulau Flores, tepatnya di Nanga Paang, sebelah timur Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, Maro dan istrinya pun hidup dan menetap di sana. Mirip sekali dengan lirik lagu “Negeri di Awan”, bukan?

Desa Waerebo
Desa Waerebo/Shutterstock

Bagi saya, cerita ini tentu sangat menarik. Dari hal ini, kita mempelajari satu lagi fakta unik yang membuat kita bangga sebagai orang Indonesia: Keragaman budaya Indonesia begitu kaya, namun sekaligus menunjukkan bahwa kita semua bersaudara.

Buat kamu yang belum pernah ke “desa di atas awan”, desa Waerebo bisa jadi salah satu tujuan healing kalau kamu ingin menyendiri. Selain indah, tempat ini juga syahdu dan berada di luar jangkauan internet. Time to disconnect to connect with yourself.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *