3 Label Streetwear Ini Sukses Salip Dominasi Elite Rumah Mode Papan Atas

272
0

Gaya busana streetwear (fashion jalanan) kali pertama menjadi tren global pada era 90-an. Budaya musik hip hop ala New York dan gaya peselancar di California, Amerika Serikat, pada tahun 70-an menjadi akar berkembangnya busana streetwear. 

Popularitas budaya punk pada tahun 70-an yang terus meningkat menjadi inspirasi terciptanya gaya streetwear. Namun, ada pula yang meyakini pencetus streetwear karena perkembangan hi-hop dan sub-budaya bloc party. 

Asal muasal streetwear meski masih menjadi perdebatan panjang karena melibatkan dua area Amerika Serikat, East Coast dan West Coast yang selalu adu keren, semua sepakat bahwa kehadirannya merupakan bentuk pemberontakan terhadap gaya atau tren fashion rumah mode Eropa yang kaku dan elite.

Seseorang yang mengusung gaya streetwear memiliki identitas bagian dari suatu gerakan di luar industri fashion dan label-label perancang busana papan atas. 

Tak ayal streetwear kala itu dipandang sebelah mata oleh pecinta mode kelas premium. Seiring waktu, kondisi tersebut berubah drastis. 

Label-label streetwear yang awalnya berada di area abu-abu semakin berani menjejakkan eksistensi mereka di sentral tren mode global. Dukungan selebriti dunia yang sering tertangkap kamerea mengenakan label streetwear tak bisa dimungkiri memiliki jasa besar dalam mendongkrak citra fashion jalanan.

Namun, kontribusi terbesar datang dari deretan pendiri dan perancang label streetwear yang terus melakukan inovasi dalam menciptakan koleksi-koleksi terbaik hingga dunia pun akhirnya jatuh hati. 

Berikut 3 label fashion yang menjadi pelopor tren streetwear dalam skala global: 

Stussy

Pria bernama Shawn Stussy merupakan sosok paling berjasa yang mengangkat streetwear menjadi busana sehari-hari yang memberikan identitas khas pada penggunanya. 

Budaya surfing dan skate menjadi inspirasi utama seluruh koleksi Stussy.

Asal muasal eksistensi label Stussy berawal dari hobi selancar Shawn yang membawanya menjadi seorang pembuat papan selancar. 

Lalu, Shawn direkrut oleh perusahaan pembuat papan selancar untuk bekerja secara profesional. 

Shawn mengembangkan kemampuannya dengan bereksperimen membuat T-shirt printed berlogokan tandan tangan pribadi. 

Dia menjajakan baju karnya menggunakan mobil pribadi di Laguna Beach, California, Amerika Serikat. 

Ternyata, kaus buatan Shawn laris manis dan memiliki banyak langganan sehingga mengalami peningkatan produksi yang melonjak dari harapan awal. 

Shawn, dengan bantuan seorang teman yang berprofesi sebagai akuntan, memberanikan diri membuka butik pertamanya di SoHo, New York. 

Pada 27 Maret 1986 Shawn resmi mempatenkan logo dan label Stussy Inc yang sekarang sudah tersebar ratusan store di berbagai negara. 

Supreme 

Membahas streetwear akan terasa hampa tanpa menyebut Supreme, label yang sukses membuat generasi muda bertekuk lutut dan mengkultuskannya bak sebuah pemujaan tertinggi. 

Para pecinta Supreme rela mengantre berjam-jam demi mendapatkan koleksi terbaru dari label lahir pada tahun 1994 silam di Lafayette, New York, Amerika Serikat. 

James Jebia sang pendiri Supreme awalnya hanya memiliki modal 12.000 USD atau Rp160 juta saat butik pertamanya. 

Selain memberikan kualitas terbaik pada produk, Supreme juga terkenal karena harganya yang selangit. Mungkin tidak masalah untuk kaum satu persen nan kaya raya, tetapi menjadi sangat menyesakkan untuk pecinta mode dengan anggaran terbatas. 

Awalnya, Supreme menawarkan harga terjangkau di pasaran dan tetap memberikan kualitas produk premium. Harga Supreme melambung naik karena setiap produknya tidak dibuat secara massal. Alhasil, menimbulkan kelangkaan. Kondisi ini yang membuat harga sejumlah koleksi Supreme jauh lebih mahal dari motor bebek sejuta umat. 

Para selebriti Hollywood dan dunia lagi-lagi menjadi sosok yang berjasa besar dalam menaikan tahta Supreme sebagai label streetwear papan atas, mereka sering terlihat mengenakan koleksi Supreme dalam keseharian. 

Kolaborasi sukses Supreme dan beberapa seniman juga berhasil membuatnya bermetamorfosis dari merek dagang fashion jalanan menjadi label bergengsi yang sarat gairah generasi muda. 

Unsur lain yang membedakan Supreme dengan label streetwear lainnya tentu saja komunitas penggemar yang solid dan loyal. 

Akun komunitas Facebook bernama SupsTalk menjadi bukti betapa kuatnya komunitas penggemar Supreme di dunia. 

Off-White

Sekarang kita terbang ke daratan Eropa untuk mengupas label streetwear asal Italia yang juga memberikan pengaruh signifikan pada tren mode dunia. 

Off-White adalah label fashion mewah dari Italia yang didirikan oleh perancang busana berbakat asal Amerika Serikat, Virgil Abloh. 

Label Off-White dibandingkan dua merek sebelumnya di atas terbilang masih berada di kelas junior. Pasalnya, baru berdiri dan resmi membuka pintu butik untuk publik pada tahun 2012 silam. 

Keberuntungan langsung berpihak pada Off-White, popularitasnya langsung melejit dan menciptakan antusiasme besar pada pecinta mode. 

Kondisi tersebut bukan tanpa sebab, inovasi yang dikerahkan oleh Virgil Abloh dalam menyatukan kasualitas streetwear dengan gaya rancang busana rumah mode, sukses membuat koleksi Off-White mencuri perhatian dunia. 

Keputusan Abloh untuk menyasar pasar busana perempuan pada tahun 2014 menjadi keputusan penuh berkat untuk Off-White. Tak tanggung-tanggung, dia pun memamerkan koleksi perempuan perdana Off-White di ajang Pekan Mode Paris pada tahun 2015. 

Off-White tidak mengunggu terlalu lama untuk meraih pencapaian identitas pada jagat fashion, pada tahun 2018 silam Off-White didapuk sebagai label paling โ€˜hotโ€™ setelah Gucci.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *