3 Pahlawan Perempuan Indonesia Inspiratif dari Tanah Sumatra

Tanah Sumatra banyak melahirkan pahlawan perempuan yang memiliki pemikiran emansipasi maju.

468
0

Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia adalah dua nama pahlawan besar yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia hingga titik darah penghabisan. Kisah hebat mereka sudah banyak terangkum dalam berbagai judul buku, drama, hingga film layar lebar, seperti film Tjoet Nja’ Dhien yang diperankan oleh Christine Hakim.

Selain dua tokoh ternama tersebut, tanah Sumatra sebenarnya juga banyak melahirkan deretan pejuang nasional perempuan lainnya yang memiliki kegigihan, pemikiran emansipasi yang maju, dan daya juang yang inspiratif. Siapa saja? Simak uraian berikut ini:

  • Rohana Kudus, Wartawan Perempuan Pertama Indonesia
Rohana Kudus/Wikipedia

Pada tahun 2019 silam, Presiden Joko Widodo menobatkan Rohana Kudus sebagai salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Sumatra Barat.

Terlahir dengan nama Siti Ruhana pada tahun 1884 di desa Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, Rohana Kudus merupakan wartawan perempuan pertama di Indonesia.

Rohana kecil sering belajar membaca dan bahasa dengan sang ayahanda yang kala itu bertugas sebagai seorang juru tulis di Alahan Panjang, Sumatra Barat.

Tetangga keluarga Rohana, Jaksa Alahan Panjang Lebi Jaro Nan Sutan dan istri, sangat senang menghabiskan waktu dengan Rohana. Sebab, keduanya tak memiliki anak.

Mereka banyak mengajarkan pengetahuan bermanfaat yang menarik minat Rohana, seperti tulis menulis dan buku bacaan. Tak heran, saat masih kecil Rohana sudah mahir menulis huruf latin, Arab, dan Arab Melayu, dan pada usia delapan tahun dia sudah paham berbahasa Inggris.

Pada usia remaja, Rohana kian tertarik untuk menjadi guru demi mengajarkan anak perempuan Minang membaca, kerajinan tangan, dan Al Quran.

Saat berusia 24 tahun, Rohana menikah dengan Abdoel Koeddoes, seorang notaris hebat yang juga memberikan dukungan padanya dalam memberikan pendidikan untuk kaum perempuan.

Minat Rohana pada dunia sastra membawanya untuk meneruskan perjuangan hak-hak perempuan lewat tulisan. Rohana sempat menduduki posisi Pemimpin Redaksi untuk harian Oetoesan Melajoe. Dia pun melakukan terobosan menyediakan halaman khusus perempuan.

Rohana yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan memutuskan untuk mendirikan dan menerbitkan Soenting Melajoe, surat kabar khusus perempuan.

Pada koran tersebut, Rohana banyak mempublikasikan berbagai tulisan edukatif. Selain itu, dia juga mengajak kawan dan seluruh murid perempuannya untuk menuangkan aspirasi lewat artikel-artikel perjuangan yang positif.

Kemudian, dia juga memberikan kontribusi yang signifikan atas lahirnya banyak surat kabar lainnya di Sumatra, beberapa di antaranya adalah Perempoean Begerak (Medan) dan surat kabar Radio di Padang.

  • Malahayati, Laksamana Perempuan Pertama Indonesia
Malayahati/Wikipedia

Perempuan Aceh yang terlahir dengan nama Keumalahayati ini memiliki kisah perjuangan yang luar biasa. Berasal dari Kesultanan Aceh, Malahayati adalah perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar Laksamana Laut.

Perjuangannya sebagai panglima perang Kesultanan Aceh sangat tersohor berkat kegigihan dan jiwa yang pantang menyerah dalam menaklukkan angkatan laut Belanda dan Portugis pada ke-16.

Bersenjatakan rencong, Malahayati melawan musuh-musuhnya dengan berani. Ia merupakan sosok yang mengalahkan Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal saat peperangan Inong Balee 11 September 1599.

Saat bertempur melawan Portugis di Teluk Haru, armada Aceh sukses menghancurkan legiun Portugis. Namun, pertempuran tersebut telah menggugurkan ribuan pejuang Aceh, salah satunya adalah tentara Kesultanan Aceh, Laksamana Zainal Abidin, suami Malahayati.

Insiden kematian sang suami mendorong Malahayati mendirikan Inong Balee yang terdiri dari 2000 tentara atau armada perempuan. Seluruh tentara perempuan tersebut adalah pejuang janda dari pahlawan Kesultanan Aceh.

Berdasarkan sejumlah catatan sejarah, Inong Balee memiliki 100 kapal perang, masing-masing kapal mampu memuat 400-500 tentara. Setiap kapal dilengkapi dengan meriam berukuran besar dan kecil sebanyak lima buah.

  • HR Rasuna Said, Anak Pesantren yang Ditakuti Belanda
HR Rasuna Said/Wikipedia

Lahir pada 14 September 1910 di Agam, Sumatra Barat, Hajjah Rangkayo Rasuna Said lebih populer dengan nama HR Rasuna Said. Sosok pejuang asal Minang ini semasa hidupnya gigih memperjuangkan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki.

HR Rasuna Said juga dikenal sebagai tokoh pejuang perempuan yang memiliki pengetahuan yang luas. 

Rasuna Said kecil sangat aktif mengikuti berbagai pengajian. Dia meneruskan sekolah ke pondok pesantren Ar-Rasyidiyah usai menuntaskan pendidikan dasar. Ia pun menjadi satu-satunya santri pada pondok pesantren tersebut.

Lahir dan besar di lingkungan keluarga yang sangat terpandang di Tanah Minang tidak menjadikan ibu satu anak ini bermalas-malasan dan meneruskan nama keluarga. Sebaliknya, dia sangat bersikeras dalam mendapatkan pengetahuan seluas-luasnya.

Ia pun sempat menjadi guru di Diniyah Putri Panjang, dan sikap yang teguh menentang pernikahan poligami.

Tak hanya mengajarkan ilmu agama, Rasuna Said juga memberikan bimbingan lewat motivasi pada semua murid perempuan agar tergerak untuk bisa lebih hebat daripada laki-laki. Dia juga mengajarkan para muridnya agar tidak berdiam diri saat melihat perlakuan tidak adil terhadap perempuan.

Rasuna Said meneruskan perjuangan membela kaum perempuan dengan bergabung di Sarekat Raya sebagai seorang sekretaris. Lalu, dia memutuskan menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia.

Pemikiran yang disebarkan Rasuna Said lewat berbagai aksi orasi membuat Belanda mengasingkan dan menjebloskannya ke penjara di Semarang pada tahun 1932. Saat itu, Belanda terancam mendengar pemikiran Rasuna Said yang sangat kritis dan tidak berpihak pada kompeni.

Selain mendapatkan hukuman penjara, Rasuna Said juga menjadi perempuan pertama yang terkena Speek Delict dari Belanda, yakni hukum yang menangkap siapa pun yang berbicara atau berpidato menentang Belanda.

Kondisi tersebut tak membuat Rasuna Said merasa patah semangat, ia justru semakin menggebu-gebu memberikan perlawanan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Dia sempat menjadi jurnalis dengan mendirikan majalah Raya di Semarang dan menduduki posisi sebagai Pemimpin Redaksi.

Perjalanan karier politik Rasuna Said sebagai pejuang perempuan sangatlah inspiratif. Pada masa kepresidenan Bung Karno, dia sempat menjabat sebagai DRP RIS. Lalu terpilih menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung sejak tahun 1959 hingga tutup usia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *