Defining Happiness

Memandang kebahagiaan itu ada perbedaan dari sisi perspektif, seberapa besar kamu memandang kebahagiaan seperti yang dilakukan Vidi.

311
0
Vidi Aldiano Star Editor OPPAL

Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Terlahir sebagai anak sulung, sedari kecil saya punya tendensi untuk harus jadi yang terbaik dan bisa jadi panutan bagi adik-adik saya. Dari kecil juga, saya belajar apa itu workaholic dari ayah saya, yang adalah seorang entrepreneur.

Sebagai anak pertama, saya menyaksikan perjalanan sukses ayah sedari kecil. Bisa dikatakan saya melihat sendiri evaluasi perkembangan ayah hingga bisnisnya berkembang seperti sekarang.

Ayah adalah sosok pekerja keras yang luar biasa. Beliau berangkat dari seseorang yang awalnya enggak punya apa-apa, kemudian membangun bisnis dari scratch, hingga akhirnya keluarga kami bisa berkecukupan.

Ayah saya punya definisi, bahwa bahagia itu artinya sukses dalam semua hal dan bisa survive tanpa perlu memikirkan keadaan diri sendiri.

Ayah juga yang mewanti-wanti saya untuk bisa jadi yang terbaik dan menjadi contoh bagi adik-adik saya yang lainnya. Tentu saran itu tidak salah, namun dewasa ini, saya merasa saran tersebut seperti pisau bermata dua.

The good part, sejak kecil saya selalu termotivasi untuk mendapatkan atau meraih sesuatu yang paling baik. Semisal, dari SD sampai kuliah, saya selalu berpikir bahwa saya harus bisa mendapat ranking 3 besar, atau lulus dengan cum laude. Ini membuat saya selalu berusaha keras mengeluarkan sisi terbaik saya, dan membuat saya pantang menyerah.

Di sisi lain, hal ini ternyata berdampak besar ketika saya gagal. Kegagalan sekecil apa pun jadi hantaman yang besar bagi saya, dan saya jadi sering menyalahkan diri sendiri. Bisa dibilang, I’m being harsh with myself.

Untungnya, seiring tumbuh dewasa, saya menyadari bahwa perbedaan perspektif dan perbedaan pendapat adalah hal yang normal. Berbeda pandangan dengan ayah pun bukan sebuah masalah. Jika ayah memandang kesuksesan sebagai definisi bahagianya, saya memandang sehat secara mental sebagai definisi bahagia saya.

Baca tulisan Vidi soal Relationship with Myself

Mungkin perbedaan perspektif kami berasal dari perbedaan generasi. Di zaman dulu, isu soal kesehatan mental masih tabu dan belum banyak dibicarakan dalam keseharian. Selain itu, ayah juga tumbuh besar di masa yang sulit, jadi wajar saja jika keselamatan dan keamanan keluarga serta kesuksesan adalah hal yang penting baginya.

Di sisi lain, saya tumbuh dalam keadaan lebih privileged, dan belajar bahwa saya punya pilihan untuk mementingkan diri sendiri.

Meski begitu, saya tetap bersyukur diajari untuk bekerja keras, karena saya sadar bahwa saran dari ayah itu sebenarnya berdampak untuk kebahagiaan saya sendiri. Kesuksesan saya toh nantinya akan memberi keuntungan bagi diri saya sendiri, supaya saya tidak perlu kesulitan seperti ayah dulu, dan bisa hidup dengan bahagia.

Oh ya, I also learn how to be extrovert from my dad: bagaimana ia bisa menjaga hubungan dengan banyak orang, bagaimana ia bisa melebur di segala kalangan, bagaimana membangun relationship tanpa pandang bulu – semua ini saya pelajari dari ayah.

Walau saya dan ayah punya beberapa perbedaan – termasuk perbedaan generasi – we’re still okay. Kita hanya perlu menerima perbedaan satu sama lain.

Kalau kamu, apa definisi kebahagiaan buatmu?

With happiness,

Vidi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *