Cerita di Balik Pembuatan Patung Pancoran dan Candaan Bung Karno soal Modelnya

581
0
patung pancoran

Patung Pancoran sudah tidak begitu asing lagi bagi warga Jakarta. Patung yang juga dikenal dengan nama Monumen Patung Dirgantara ini juga telah menjadi salah satu patung ikonik di ibu kota. Patung Pancoran memiliki sejarah yang menarik, seperti apa? Yuk, simak selengkapnya!

Sebelum berganti nama menjadi Patung Pancoran, mantan Presiden Indonesia, Bapak Soekarno memberi nama patung tersebut Monumen Patung Dirgantara. Patung dengan sosok laki-laki berotot ini dibuat oleh Edhi Sunarso pada tahun 1964-1965. Edhi Sunarso sendiri merupakan anggota veteran Republik Indonesia yang wafat pada 6 Januari 2016 silam.

Patung Pancoran ini terbuat dari perunggu dengan bobot 11 ton, tinggi 11 meter, dan tiang penyangga yang mencapai 27 meter. Dikutip dari Tempo, patung ini menggambarkan angkasa, yang berarti menggambarkan semangat keberanian bangsa Indonesia untuk menjelajah angkasa.

Dilansir dari buku “Tertawa Bareng Bung Besar” karya Eddi Elison terbitan tahun 2014, yang dikutip dari Tribunnews, Patung Pancoran dibuat dengan tujuan agar Jakarta terlihat lebih molek, dan terdaftar sebagai kota berseni.

Selain itu, proses pembuatan patung ini juga melibatkan keluarga Arca Yogyakarta, perusahaan Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono, dan PN Hutama Karya dengan Sutami sebagai arsitek pelaksana.

Ahli Konservatori dari Balai Konservasi Dinas Pariwisata, Hubertus Sadirin, mengatakan, patung ini merupakan patung terakhir yang digagas dari Bung Karno. “Ini adalah patung terakhir yang digagas ide cemerlang dan idealisme Bung Karno,” ucap Sadirin, seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Patung Pancoran juga memiliki beragam mitos yang melekat, salah satunya adalah mitos ujung jari. Sebab, patung ini berdiri menghadap ke arah utara, dan jarinya pun menunjuk ke arah yang jauh.

Arah jari menunjuk tersebut diyakini oleh sebagian kalangan sebagai penunjuk lokasi kekayaan rahasia milik Bung Karno. Namun, ada juga sebagian kalangan lain yang berpendapat arah telunjuk tersebut mengarah ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Di samping itu, ada juga yang menyatakan, ujung jari ini merupakan perlambang sapaan dan sambutan bagi orang-orang yang baru tiba di Jakarta melalui Bandara Halim Perdanakusuma.

Meski demikian, Sadirin mengatakan mitos-mitos tersebut bukan berdasar dari kajian ilmiah. “Mitos itu bukan berdasar kajian ilmiah. Pak Edhi sendiri sempat cerita kalau tidak ada indikasi seperti itu. Patung ini adanya di belakang Markas Angkatan Udara (AU). Jadi, gambarannya untuk memimpin penerbangan Indonesia agar lebih maju,” ujar Sadirin.

Hal yang menarik lainnya dari patung ini adalah patung ini sebenarnya belum begitu rampung. Jika dilihat dari kejauhan, memang patung ini seolah sudah sempurna dan tidak beda dengan patung lainnya yang dibuat oleh Pak Edhi. Patung tersebut adalah Patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.

Namun, bila dilihat lebih dekat, permukaan Patung Pancoran terlihat masih kasar dan banyak tambalan las penyambung satu bagian dengan bagian yang lain. Bahkan, selain belum rampung, patung ini juga ternyata tidak pernah diresmikan. Sebab, saat patung sudah berbentuk seperti sekarang, Bung Karno telah meninggal.

Pembangunan Patung Pancoran pada saat itu sempat mengalami kendala dana. Meski begitu, sebagai seorang presiden, saat itu Bapak Soekarno bisa saja memasukkan dana pembuatan patung tersebut ke dalam anggaran negara. Namun, beliau tidak menghendaki hal itu.

Oleh karena itu, Bapak Soekarno kemudian menghubungi Edhi Sunarso dan meminta untuk dibuatkan Patung Dirgantara dengan gaya yang khas. Bahkan, Bung Karno juga menunjuk Edhi sebagai modelnya.

Dikutip dari Tribunnews, Edhi Sunarso sempat bingung siapa yang akan menjadi modelnya.

“Modelnya siapa pak?” tanya Edhi Sunarso kepada Bapak Soekarno.

“Ya, sudah kamu saja,” jawab mantan presiden Bapak Soekarno.

Mendengar jawaban itu, Edhi Sunarso pun berusaha mengelak. Namun, Bung Karno tetap bersikukuh pada pendiriannya. Sebab, saat itu, Bung Karno hanya menyebutkan satu alasan, yaitu terlihat gagah. 

Kala itu, Bapak Kapolri Jenderal Hoegeng awalnya memberikan usul seorang wanita untuk menjadi model patung tersebut. Tetapi, usulan itu ditolak oleh Bapak Soekarno.

“Kalau wanita, tantang angin begitu ya bisa pilek terus,” canda Bung Karno.

Namun demikian, pada akhirnya Edhi Sunarso lah yang menjadi model Patung Dirgantara atau saat ini dikenal dengan Patung Pancoran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *