Flexing Enggak cuma soal Pamer Kekayaan, Ini Penjelasan Psikolog

Memamerkan fisik di media sosial juga termasuk flexing. lho!

156
Flexing

Istilah flexing akhir-akhir ini menjadi tren di Indonesia, baik dalam percakapan sehari-hari, hingga obrolan di media sosial. Dalam hal ini, flexing merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memamerkan kekayaan di berbagai media sosial, termasuk di antaranya di Instagram, TikTok, YouTube, dan lain sebagainya.

Sebenarnya, tindakan ini sudah ada dari zaman dulu, tapi tanpa adanya media sosial, perilaku tersebut tidak mendapatkan perhatian lebih seperti sekarang ini.

Semisal, pernahkah kamu berkata, “Lihat deh, aku dibelikan orang tuaku sepatu olahraga baru, bagus enggak?”. Hal ini sebenarnya termasuk dalam kategori flexing, lho!

Untuk lebih mengenal mengenai perilaku flexing, seorang psikolog, Mba Hesty Novitasari, menjelaskan kepada Oppal apa itu flexing. Yuk, simak obrolan Oppal dengan Mbak Hesty berikut ini:

Jadi, apa makna flexing ditinjau dari sisi psikologi?

“Flexing merupakan salah satu bentuk perilaku ‘pamer’ berupa fisik, barang, status, atau kepemilikan yang dirasa lebih baik atau lebih unggul dari orang lain,” ujar Mba Hesty. Jadi, flexing bukan cuma soal memamerkan barang yang kamu miliki, tapi juga terjadi ketika kamu memamerkan fisikmu di media sosial.

“Perilaku ini sebenarnya bertujuan untuk mendapatkan pengakuan atau validasi dari orang lain. Selain itu, dengan flexing dianggap sebagai cara agar bisa diterima di lingkungan strata sosial tertentu,” tambah Hesty.

Apakah setiap bentuk “show off” atau pamer termasuk flexing?

Menurut Mba Hesty, kalau dilihat secara makna kata, keduanya relatif sama, yaitu ada kata “pamer”. “Tapi, flexing memiliki konotasi makna yang lebih negatif, karena flexing menggunakan cara yang berlebihan dan mencolok sehingga dianggap memiliki suatu keunggulan dibandingkan orang lain, bahkan dapat mengarah ke narsisistik,” jelas Mba Hesty.

Sejauh ini, bagaimana media sosial berperan dalam kultur flexing?

“Media sosial membuat fenomena flexing semakin meluas,” ucap Mba Hesty. Melalui media sosial, setiap orang jadi lebih “bebas” memamerkan apa yang dimiliki melalui melalui akun yang dimilikinya dan menyebarkannya. Selain itu, orang lain pun dapat dengan bebas mengaksesnya. “Pada akhirnya, hal ini turut mempengaruhi cara berpikir seseorang bahkan pandangan masyarakat,” ujar Mba Hesty.

Benarkah kultur flexing berhubungan erat dengan tingkat insecurity?

“Benar, karena seseorang cenderung melakukan flexing ketika dirinya merasa insecure, kurang dihargai, atau kurang dianggap penting oleh orang lain,” papar Mba Hesty.

“Dengan memamerkan harta, fisik, dan kesuksesan, hal ini diharapkan dapat memengaruhi pandangan orang-orang di sekitar, bahkan khalayak umum, juga agar dirinya bisa diterima di dalam suatu lingkungan tertentu serta mendapatkan pengakuan dari orang lain,” tambahnya.

Dengar-dengar, kita juga tanpa sadar melakukan flexing saat berusaha menarik perhatian orang yang ia sukai?

“Ya, betul. Sesuai dengan arti kata flexing tadi, yaitu pamer secara berlebihan dan mencolok. Pastinya ketika ketika melakukan sesuatu yang berbeda dan dianggap memiliki keunggulan dari orang lain, diharapkan akan lebih mudah untuk menarik perhatian orang lain”, terang Mba Hesty.

Lalu, adakah sisi positif yang bisa kita pelajari dari kultur flexing?

“Selalu ada hal yang bisa kita pelajari dari sebuah fenomena. Melalui kultur flexing, kita bisa belajar bagaimana cara memfilter informasi dan berpikir kritis mengenai dampak yang dilakukan,” jelas Mba Hesty.

“Selain itu, kita bisa belajar cara menghargai diri, dengan menentukan tolak ukur kebahagiaan dan kesuksesan yang ingin kita capai, agar tak hanya sebatas materi dan validasi dari orang lain,” tutup Mba Hesty.

Baca juga: “Mengenal Profesi Animator: Jenjang Karier Sampai Skill yang Dibutuhkan

Rio
WRITTEN BY

Rio

Menulis seakan sudah menjadi kebiasaan untuk saya sejak kuliah. Skill ini terus berkembang sampai saat ini. Dimulai dari Liputan6.com sampai sekarang pekerjaan yang saya geluti seputar menulis artikel. Dan saat ini, Oppal Media adalah tempat saya untuk kembali belajar dan membuktikan yang terbaik.