Hey Singles! Ini Perlu Diperhatikan Agar Tetap Bahagia

187
0

Apakah menjalani hidup tanpa pasangan atau singles berarti menjauhkan diri dari bahagia? Kebahagiaan diri itu muncul di dalam pikiran dan hati, dan kita bisa menciptakannya tanpa harus bergantung pada pasangan. Apa saja yang perlu diperhatikan?

Sebagian besar budaya, baik di masa lampau maupun di masa kini, memandang kedewasaan bersinonim dengan menikah dan memiliki anak. Melajang dianggap sebagai sebuah fase transisi sebelum seseorang memegang peranan sebagai individu dewasa. 

Ada sebuah nilai yang tertanam kuat di masyarakat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian. Mulai dari bayi, kanak-kanak, hingga remaja, manusia tidak bisa terlepas dari orang lain, dalam hal ini keberadaan orangtua. Begitu memasuki masa dewasa, peran orangtua diambil alih oleh pasangan, yang disahkan melalui pernikahan. Kalaupun seseorang dalam keadaan tidak memiliki pasangan, itu dianggap sebagai suatu kondisi sementara yang pada akhirnya mesti berujung pada happily ever after bersama seseorang. 

Ada alasan mengapa masyarakat menginginkan orang-orang yang melajang untuk merasakan tekanan agar segera menemukan pasangan. Emily dan Amelia Nagosky membahas “human giver syndrome” dalam buku mereka Burnout, yang menyatakan bahwa masyarakat terbagi atas “human givers” dan “human beings”. 

Human givers diharapkan dapat menggunakan seluruh waktu dan energi mereka untuk mendukung human beings. Dengan adanya ekspektasi dan tuntutan tersebut, tidak heran apabila gagasan untuk merawat dan menyayangi diri sendiri dipandang oleh sebagian orang sebagai suatu hal yang egois atau bahkan absurd.

Bagi kamu yang masih melajang, atau bahkan memang sudah memutuskan untuk terus melajang, berikut beberapa hal yang patut menjadi perhatian.

Kebahagiaan

Kebahagiaan memang ditentukan oleh berbagai macam faktor. Bagi mereka yang menikah, pasangan dan buah hati adalah sumber kebahagiaan yang tidak terkira, meski ini diikuti oleh tanggung jawab yang teramat besar. Sementara bagi yang melajang, ruang yang luas bagi diri sendiri tanpa harus diatur dan bergantung pada orang lain bisa menjadi kobaran kebahagiaan. Namun, mengelola kesendirian dan meredam keinginan untuk memiliki pasangan juga bisa menjadi sesuatu yang memicu depresi. 

Keuangan

Bagi pasangan menikah, keuangan akan selalu mendapat perhatian khusus dalam kehidupan mereka. Berbagai kebutuhan di masa kini dan persiapan masa depan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan bagi yang melajang, memang tidak perlu repot-repot mengalokasikan penghasilan mereka untuk keperluan rumah tangga hingga sekolah anak. Namun, apabila keuangan tidak dikelola dengan baik, misalnya perilaku konsumtif yang berlebihan atau terlilit hutang yang mencekik, akan membuat si lajang hidup sengsara. 

Kesehatan

Hidup melajang berarti punya lebih banyak waktu untuk diri sendiri, termasuk untuk mengurus kesehatan. Bisa lebih leluasa untuk menghabiskan waktu dengan berolahraga. Namun, risiko sakit akan selalu mengintai. Dan ketika jatuh sakit, tentunya si lajang juga akan mengurusnya sendiri. Walau mereka masih memiliki keluarga dan teman, tapi bisa jadi muncul perasaan tidak enak karena telah merepotkan dan menjadi beban bagi orang-orang sekitar. 

Karier

Ada anggapan bahwa orang-orang yang melajang memiliki karier yang lebih cemerlang dan pesat dibandingkan orang-orang yang menikah. Ini tidaklah salah, karena dengan melajang, seseorang dapat lebih memfokuskan waktu, pikiran, dan tenaga untuk mengejar ambisi dan meningkatkan karier. Namun, terus-menerus mengejar karier juga bisa membuat si lajang cenderung mengabaikan hubungannya dengan keluarga dan sahabat. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *