Sejarah Sarinah, Mal Tertua yang Namanya Diambil dari “Mbok” Bapak Presiden Soekarno

288
0

Serangan mal-mal baru nan canggih terus menggempur dari kanan dan kiri, tapi Sarinah tetap berdiri. 

Pada hari Jumat, 17 Agustus 1962 silam, Presiden Pertama Republik Indonesia, Bapak Ir Soekarno, meletakkan batu pertama pembangunan department store (pusat pebelanjaan) pertama Indonesia dan berlokasi di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. 

Nama yang khas perempuan Jawa tersebut memang disematkan oleh Bapak Soekarno sebagai penghargaan dan rasa sayang terhadap pengasuh masa kecilnya bernama Sarinah. 

Pada Kamis (14/7), Bapak Presiden Joko Widodo meresmikan transformasi Sarinah yang telah melalui masa renovasi panjang dan nyaris terlupakan. 

Bapak Jokowi mengingatkan pihak manajemen agar jangan hanya mengubah penampilan luar, tapi manajemen kerja juga harus mengalami perubahan positif. 

“Dalam kesempatan yang baik ini, saya ingin titip pesan agar bukan hanya bangunan fisiknya saja yang memang betul-betul sangat interior cantiknya luar biasa, tetapi semangatnya, strateginya, komitmennya, cara kerjanya harus diubah,” pesan Jokowi. 

Sarinah, sebelum adanya perubahan dan facelift besar-besaran seperti sekarang, bisa dibilang seperti pusat belanja yang tetap bertahan karena beban sejarah. Sebagai mal pertama di Indonesia, Sarinah merupakan salah satu pencapaian masa lalu yang haram untuk punah. 

Bangunan Sarinah dulu terlihat tua dan kusam. Jadi, jangan heran mal tersebut bukanlah tujuan utama warga Jakarta untuk belanja dan hang out. Selain itu, pilihan produk di Sarinah juga kalah saing dengan mal-mal baru yang lebih besar dan megah. 

Namun semua tinggal masa lalu. Kini, wajah baru Sarinah sukses memikat pengunjung. Terbukti total pengunjung mencapai 5 juta orang semenjak resmi dibuka untuk umum pada Maret 2022 lalu. 

Sarinah dulu dan sekarang menyimpan banyak kisah serta fakta yang menarik untuk disimak. Apa saja? Baca terus. 

Siapakah Sarinah?

Kala Bapak Presiden Soekarno masih berusia enam tahun, Bapak Soekarno kecil mengikuti orang tua pindah dari Surabaya ke Mojokerto. 

Pada saat itulah, Bapak Soekarno mendapatkan pengasuh bernama Sarinah. 

Ayah Soekarno, Raden Sukemi Sosrodiharjo, dan sang ibunda, Ida Ayu Nyoman, menganggap Sarinah bagian dari mereka.

Keluarga Bapak Soekarno memperlakukan Sarinah sebagai keluarga. Bahkan, saat bekerja untuk keluarga Sukemi, Sarinah tidak menerima gaji. 

Berdasarkan tulisan yang dituangkan Soekarno pada buku Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia, dia menegaskan Sarinah-lah sosok yang mengajarkannya cara mencintai rakyat jelata. 

“Saya namakan kitab ini Sarinah sebagai tanda terima kasih saya kepada pengasuh saya ketika masih kanak-kanak,” bunyi kata pengantar buku tersebut. 

Bapak Soekarno memanggil Sarinah dengan sebutan ‘mbok’. Dia menuliskan bahwa Sarinah begitu loyal dan tulus dalam membantu keluarganya, terutama sang ibu. 

“Pengasuh saya bernama Sarinah, dia ‘mbok’ saya. Ia membantu ibu saya dan dari dia saya menerima banyak cinta dan rasa kasih,” tulis Soekarno. 

Sarinah, kata Sang Proklamator, sangat berjasa dalam membentuk karakternya sehingga akhirnya dia memiliki daya juang tinggi memerdekakan Indonesia. 

“Dari dia, saya banyak mendapatkan pelajaran mencintai ‘orang kecil’. Dia sendiri pun ‘orang kecil’, tetapi budinya selalu besar,” sebutnya. 

Pada buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams, rasa kasih Bapak Soekarno pada Sarinah juga sangat kentara. 

“Sarinah adalah bagian dari rumah tangga kami. (Sarinah) Tidak kawin. Bagi kami dia seorang anggota keluarga kami. Dia tidur dengan kami, tinggal dengan kami, memakan apa yang kami makan, tetapi ia tidak mendapatkan gaji sepeser pun,” pungkas Soekarno. 

Motivasi Soekarno Dirikan Sarinah

Pada Sidang Paripurna Kabinet Dwikora di Bogor pada 15 Januari 1966, Soekarno menegaskan bahwa Sarinah mutlak perlu untuk Sosiliasitiche Economie (ekonomi sosialis). 

“Tidak ada satu pun negara sosialis yang tidak mempunyai distribusi legal, tidak mempunyai department store. Datanglah ke Hanoi, datanglah ke Peking, ada. Datanglah ke Nanking, ada. Datanglah ke Shanghai, ada. Datanglah ke Moskow, ada. Datanglah ke Budapest, ada. Datanglah ke Praha, ada.,” tegas Soekarno, seperti dikutip Historia.id

Pusat perbelanjaan, menurut Bapak Soekarno, tak hanya sebagai distribusi legal, melainkan juga untuk menurunkan dan menekan harga. Tujuannya agar pihak-pihak di luar department store tidak berani melambungkan harga setinggi-tingginya.

Kali pertama Sarinah terbuka untuk umum, ekonomi Indonesia sangat terpuruk. Kehadiran Sarinah menjadi harapan stabilitator ekonomi dan etalase produk dalam negeri yang bisa memfasilitasi kepentingan masyarakat kecil sebagai mitra usaha. 

Modal Awal Pembangunan Sarinah Berasal dari Uang Pampasan Jepang 

Hasil Perjanjian San Fransisco pada 20 Januari 1958, pemerintah Indonesia menandatangani kesepakatan bilateral yang membahas perjanjian ganti rugi. 

Modal awal pembangunan pertama Sarinah berasal dari biaya pampasan perang dari Pemerintah Jepang. Selain Sarinah, dana tersebut juga digunakan untuk membangun Hotel Indonesia, Hotel Ambarukmo Yogyakarata, Sanur Beach dan Bali Beach di Bali. 

Indonesia mendapatkan ganti rugi perang dari pemerintah Jepang sebesar US$223.800 sekaligus kesediaan Jepang menanamkan modal di Indonesia. Jepang juga mengusahakan pinjaman jangka panjang dengan batas utang mencapai US$400 juta. 

DPR RI mensahkan Perjanjian Damai dan Pampasan Perang tersebut pada 13 Maret 1958 dan diundangkan 27 Maret 1958. 

Pada buku Sukarno, Ratna Sari Dewi, dan Pampasan Perang karya Masashi Nishihara menuliskan terdapat enam kategori pada perjanjian 1958 tersebut yang meliputi transportasi dan komunikasi, pengembangan tenaga, pengembangan industri, pengembangan pertanian dan perikanan, pertambangan dan jasa atau pelayanan. 

Pernah Ada Kasino di Lantai Bawah Sarinah 

Ali Sadikin Gubernur DKI Jakarta periode 1966-1977 pernah melegalkan judi dan kasino di Ibu Kota. 

Tujuan utama Ali Sadikin melegalisasi judi dan kasino adalah meraup keuntungan lewat pajak untuk membangun lebih banyak jalan raya dan rumah sakit di Jakarta. 

Bahkan legalisasi tersebut memiliki dasar Undang-Undang Nomor 11 tahun 1957 yang berbunyi, “Pemerintah Daerah berhak memungut pajak dari judi”. 

“Untuk apa mereka mengambur-amburkan uang di Macao. Lebih baik untuk pembangunan Jakarta saja. Waktu itu saya jelaskan DKI memerlukan dana untuk membangun jalan, sekolah, puskesmas, pasar, dan lain-lain. Saya sahkan judi itu. Mulai dengan lotere totalisator, lotto, dengan mencontoh dari luar negeri. Lalu dengan macam-macam judi lainnya, sampai kepada Hwa Hwe,” urai Ali Sadikin, menurut berbagai laporan media. 

Lokalisasi Judi yang diresmikan oleh Ali Sadikin salah satunya adalah di lantai terbawah Sarinah, Hailai Ancol, dan lain-lain. 

Teori Ali Sadikin terbukti, semenjak Pemprov DKI Jakarta mendapatkan pajak judi kasino, pendapatan Ibu Kota meningkat tajam, hanya dalam 10 tahun, anggaran pembangunan yang awalnya di angka Rp66 juta menjadi Rp89 miliar. 

Biaya Renovasi Terkini Sarinah Capai Rp700 M

Sarinah yang selama dua tahun belakangan menutup pintu untuk pemugaran besar-besaran kini terlihat begitu segar, modern, dan terang. 

Tak tanggung-tanggung biaya yang digelontorkan untuk transformasi Sarinah mencapai Rp700 miliar. 

Fetty Kwartati, Direktur Sarinah, mengungkapkan bahwa biaya luar biasa tersebut berasal dari gabungan dana pinjaman, investasi, kerja sama operasi, likuidasi aset, dan dana sendiri. 

Sekarang, Sarinah sudah resmi menjalankan satu fungsi utama dan mulia, yaitu menjadi tempat promosi UMKM dan jenama-jenama lokal karya anak bangsa. 

Jadi, kapan ke Sarinah?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *